Padhawa Muksa
Pandhawa
sedang melakukan sebuah perjalanan spiritual untk menjalani muksa.
(karya
: herjaka HS)
Parikesit
raja Ngastina duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih Dwara dan Patih
Danurwenda. Mereka menerima kehadiran Sri Darmakusuma, Sri Kresna, Sri
Balarama, Kunthi, Drupadi, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa.
Sri
Darmakusuma atau Puntadewa memberitahu, bahwa para Pandhawa telah selesai
bersuci diri di sungai Bagiatri, kemudian akan muksa.
Mendengar
keterangan Prabu Puntadewa, Parikesit menjadi sedih. Sri Kresna menasihatinya
dan supaya bersyukur kepada Tuhan, bahwa para Pandhawa telah mendapat karunia,
dan mereka akan muksa.
Puntadewa
bercerita tentang ilham yang diterimanya. Ia memperoleh ilham, bahwa Pandhawa
bersama Kunthi dan Drupadi pada waktu terang bulan yang akan datang
diperkenankan muksa. Baladewa ingin ikut muksa, tetapi Sri Kresna tidak
mengijinkan, sebab muksa itu atas kuasa Tuhan.
Para
Pandhawa, Kunthi, Drupadi dan Sri Kresna meninggalkan kerajaan. Baladewa
diminta tinggal di Ngastina mengasuh raja Parikesit.
Resi
Wantrika dari pertapaan Rewantaka menghadap Sri Kresna sang resi minta agar
anak Sri Kresna yang bernama Setyaka diperkenankan diambil sebagai menantu,
akan dikawinkan dengan Endhang Puspawati. Sri Kresna ingin berunding di luar
istana Ngastina. Resi Wantrika menyanggupinya.
Sri
Kresna berunding dengan Resi Wantrika. Sri Kresna mengijinkan, Setyaka boleh
diambil menantu, asal sang resi bisa menjelaskan ungkapan bermakna, yaitu
tentang sembah raga, sembah jiwa dan sembah sukma. Resi Wantrika dapat
menjelaskan maksud ungkapan itu. Kemudian Sri Kresna minta agar Resi Wantrika mengajukan
pertanyaan kepadanya. Resi Wantrika menanyakan jumlah anak Sri Kresna. Sri
Kresna menjawab jumlah anaknya, tetapi ada satu yang lupa tidak disebutnya.
Resi Wantrika menjelaskan anak yang dilupakan, karena anak itu dibuang sejak
bayi. Akhirnya Sri Kresna mengakuinya. Resi Wantrika bercerita, bahwa keturunan
anak Sri Kresna yang sekarang hidup ialah Endhang Puspawati.
Sri
Kresna marah, Resi Wantrika akan dibunuh dengan senjata cakra, tetapi senjata
tidak melukainya. Sang Hyang Narada datang, menjelaskan kebenaran, bahwa
Endhang Puspawati adalah keturunannya. Senjata Cakra diminta oleh Sang Hyang
Narada, dibawa ke kahyangan. Sri Kresna mengijinkan Setyaka memperisteri
Endhang Puspawati. Setelah selesai perkawinan, Sri kresna menyusul para
Pandhawa yang akan mencari jalan kemuksaan.
Prabu
Kiswaka anak Bomantara, raja Surateleng, dihadap oleh Adipati Glagah Tinunu,
Ditya Wesi Aji dan Togog. Mereka mendengar kabar tentang para Pandhawa yang
akan muksa, dan ingin membalas kematian ayahnya, memberontak pemerintahan
Ngastina. Mereka bersiap-siap bersama perajurit, lalu mencegat perajurit
Ngastina yang menghantar kemuksaan para Pandhawa. Terjadilah pertempuran,
perajurit Surateleng menyimpang jalan.
Para
panakawan Pandhawa menghantar Arjuna mengikuti perjalanan Sri Kresna, Kunthi,
Drupadi, Bima, Nakula, Sadewa dan Puntadewa. Perjalanan mereka tiba di desa
Samahita. Mereka telah bersamadhi selama tujuh hari. Sri Kresna menanyakan
ilham yang mereka peroleh.
Kunthi
bermimpi, seolah-olah raja Pandhu dan Madrim naik kereta akan menjemputnya.
Drupadi bermimpi berjalan lurus, kemudian sampai di sebuah pintu gerbang
bergapura intan berhias indah. Puntadewa bermimpi melihat keris berpamor emas.
Keris itu masuk dalam sarungnya, lalu hilang dari pandangannya, tertutup oleh
cahaya semu. Arjuna bermimpi melihat arca emas bergantung tanpa sangkutan,
kemudian hilang masuk ke tubuhnya. Nakula bermimpi naik gunung bersalju bersama
Sadewa, kemudian meluncur seperti panah meluncur dari busurnya. Mimpi Sadewa
sama dengan mimpi Nakula. Bima bermimpi memandang cahaya sebesar kunang-kunang
yang bertempat di pusat Pramana Jati. Dipandang dari arah manapun cahaya itu
tidak hilang. Sri kresna belum memperoleh ilham sama sekali.
Seekor
kuda berkepala manusia meluncur dari angkasa. Kuda itu dipanah oleh Arjuna,
seketika berubah menjadi manusia tua, mengaku bernama Kyai Lurah Wilarsraya.
Wilarsraya bercerita tentang asal mula menjadi kuda berkepala manusia. Ia
memang berasal dari kuda raja Gardhapura yang bersatu dengan seorang juru pemelihara
kuda. Ia bertugas membantu Duryodana sewaktu perang baratayuda. Karena terkena
panah, kepala kuda lepas dan tubuh manusia terpisah. Bersatulah tubuh kuda
dengan kepala manusia pemelihara kuda, oleh karena kesaktian minyak sangkal
yang dibawanya. Wilarsraya ingin mengabdi di Negara Ngastina. Sri Kresna
menyetujui, Puntadewa memberi surat pengantar untuk Parikesit, raja Ngastina
Sri
Kresna, Kunthi, Drupadi dan para Pandhawa meneruskan perjalanan mereka.
Tiba-tiba mereka melihat seorang nenek sedang menimba sumur. Setiap air yang
ditimba sampai di atas, kemudian dimasukkan ke dalam sumur lagi. Sri Kresna
menanyainya. Nenek itu bernama Nyai Ruminta. Ia memberitahu, bahwa harta
kekayaannya dimasukkan ke dalam sumur, sebab sejak perang Baratayuda akan
dirampok oleh perajurit Korawa. Ia menjadi janda dan menjadi salah satu korban
perang. Jika Pandhawa tidak dapat menemukan dan mengembalikan kekayaannya,
pasti akan mendapat hukuman Tuhan. Sri Kresna sanggup mengembalikan harta
kekayaan Nyai Ruminta. Nyai Ruminta disuruh minta bantuan orang se desa untuk
mengisi sumur dengan air sampai penuh meluap-luap. Orang sedesa mengambil air
dari berbagai sumur, dituangkan ke dalam sumur yang berisi harta kekayaan itu.
Bersama luapan air sumur keluarlah barang-barang emas berlian dari dalam sumur.
Sri Kresna minta agar harta itu untuk semua orang di desa Samahita.
Sri
Kresna dan Bima melanjutkan perjalanan, mengejar perjalanan saudara-saudaranya
yang telah jauh berjalan.
Perjalanan
mereka tiba di tepi samodera. Sri Kresna membuang pusaka saktinya yang bernama
Sekar Wijaya Mulya. Sekar Wijaya Mulya mendarat di pulau, kemudian tumbuh
menjadi:
(1) tempat bunga tumbuh menjadi pohon Kastuba
(2) bunganya tumbuh
menjadi pohon Kembang Wijaya Kusuma
(3) tutupnya tumbuh menjadi empon-empon
umbi-umbian.
Perjalanan mereka tiba di sebuah rumah bertutup pintu di desa
Padapa. Yang empunya rumah tidur di dalam. Bima dan Puntaewa mendekat, melihat
orang yang telah tidak berkaku. Orang itu bernama Anggira, bekas abdi
Gardhapati raja Singala. Ia korban perang Baratayuda yang masih hidup karena
kebaikan seorang dukun dari desa Soka. Kunthi member aji Pameling. Drupadi memberi
pusaka Sumbul Musthika yang bisa menghasilkan makan-makanan. Bima member aji
Pagracut. Sri Kresna, Puntadewa, Arjuna, Nakula dan Sadewa memberi doa puji
keselamatan untuk Anggira.
Mereka
tiba di desa Soka, bertemu dengan Kuda Prewangan. Bima tahu, bahwa Kuda
Prewangan itu jelmaan Dhang Hyang Drona, Arjuna segera melepaskan panah, kuda
Prewangan musnah seketika. Didengar suara Drona, mengucap terimakasih atas
kebaikan para Pandhawa.
Orang-orang
di desa Soka marah, para Pandhawa dikeroyok, tetapi mereka tidak mampu
mengalahkan, meskipun para Pandhawa tidak melawannya. Bima menjelaskan dan
minta maaf. Bima member ajaran kepada semua orang di desa Soka tentang hakikat
pengabdian manusia di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Sri
Kresna, Kunthi, Drupadi dan para Pandhawa selesai melakukan pemujaan
berkeliling, lalu kembali ke kerajaan Ngastina. Selama dalam perjalanan Bima
dan Kresna membicarakan amal bakti Dhang Hyang Drona.
Raja
Parikesit dan sanak saudaranya menjemput kedatangan mereka. Bima disambut
tangis oleh dua cucunya. Danurwenda dan Sasi Kirana. Bima memberi nasihat
banyak tentang hakikat dan kehidupan. Bima mengharap segala sikap Pandhawa
selama hidup menjadi teladan bagi mereka berdua. Bima menghadiahkan aji kepada
Danurwenda. Aji itu bernama Bandung Bandawasa, Ungkal Bener dan Blabak
Pangantolantol. Kemudian memberikan gada Lukitamuka dan tombak Wilugarba kepada
Sasi Kirana.
Kunthi,
Drupadi, Nakula, Sadewa, Arjuna, Puntadewa dan Bima muksa. Para anak cucu
menyaksikan kemuksaan mereka. Kunthi berpakaian serba putih, naik ke candhi
Rukmi, lalu bersamadi. Kemuksaan Kunthi ditandai oleh cahaya berbinar-binar
menyambar Candhi Rukmi. Sukma dan raga Kunthi muksa.
Drupadi
berpakaian serba putih, naik ke Candhi Rukmi, lalu bersamadi. Kemuksaan Drupadi
ditandai oleh sinar bundar seperti matahari berlubang berseri-seri.
Nakula
dan Sadewa bercuci diri di sungai Gangga, lalu mengenakan pakaian brahmana.
Mereka masuk ke Candhi Sekar, bersamadi. Kemuksaan mereka ditandai oleh tiupan
angin topan.
Arjuna
mandi di Sendhang Pangruwatan, lalu mengenakan pakaian brahmana. Arjuna masuk
ke Candhi Sekar, bersamadi. Kemuksaan Arjuna kelihatan seolah-olah Arjuna naik
dalam kereta yang nampak seperti cahaya berseri-seri. Kereta cahaya ditarik
oleh seratus kuda, dikemudikan dewa dan dipayungi bidadari.
Puntadewa
(Darmakusuma) bersama anjing naik ke Candhi Rukmi. Anjing itu bernama
Linggasraya, kemudian berubah menjadi dewa Darma setelah ia memberi tafsiran
terhadap tulisan yang didapat dalam Kalimsada. Dewa Darma kembali ke kahyangan,
Dewa Indra menjemput Puntadewa dengan kereta cahaya dari kahyangan. Puntadewa
muksa bersama Dewa Indra.
Bima
berbincang-bincang dengan Sri Kresna. Sri Kresna tidak akan muksa bersama
Pandhawa sebab berbeda amal baktinya. Atas saran Bima, Sri Kresna bertapa di
laut pasir, di tepi samodera. Setelah mereka selesai berbicara masalah muksa,
Sri Kresna masuk dalam Candhi Rukmi, lalu pergi ke laut pasir untuk mencari
kemuksaan.
Bima
masuk ke Candhi Sekar, bersamadi. Kemuksaan Bima ditandai oleh suasana tenang
dan sunyi.
Para
pandhawa telah muksa, raja Baladewa minta agar Candhi Rukmi dan Candhi Sekar
dibakar segera.
Prabu
Kiswaka dan Wesi Aji datang, menyerang kerajaan Ngastina. Setyaki dan Sasi
Kirana menyambut serangan musuh Prabu Kiswaka hancur dipukul Setyaki dengan
gada Wesi Kuning, Wesi Aji hancur kena pukulan gada Lukitamuka.
Parikesit,
Baladewa, Patih Dwara, Patih Danurwenda dan para sanak saudara berkumpul,
mendoakan, arwah para Pandhawa yang telah muksa ke alam baka.
Tancep
kayon.