Kamis, 27 Oktober 2016

PANDAWA MOKSA


Padhawa Muksa

Pandhawa sedang melakukan sebuah perjalanan spiritual untk menjalani muksa.
(karya : herjaka HS)

Parikesit raja Ngastina duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih Dwara dan Patih Danurwenda. Mereka menerima kehadiran Sri Darmakusuma, Sri Kresna, Sri Balarama, Kunthi, Drupadi, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa.

Sri Darmakusuma atau Puntadewa memberitahu, bahwa para Pandhawa telah selesai bersuci diri di sungai Bagiatri, kemudian akan muksa.

Mendengar keterangan Prabu Puntadewa, Parikesit menjadi sedih. Sri Kresna menasihatinya dan supaya bersyukur kepada Tuhan, bahwa para Pandhawa telah mendapat karunia, dan mereka akan muksa.

Puntadewa bercerita tentang ilham yang diterimanya. Ia memperoleh ilham, bahwa Pandhawa bersama Kunthi dan Drupadi pada waktu terang bulan yang akan datang diperkenankan muksa. Baladewa ingin ikut muksa, tetapi Sri Kresna tidak mengijinkan, sebab muksa itu atas kuasa Tuhan.

Para Pandhawa, Kunthi, Drupadi dan Sri Kresna meninggalkan kerajaan. Baladewa diminta tinggal di Ngastina mengasuh raja Parikesit.

Resi Wantrika dari pertapaan Rewantaka menghadap Sri Kresna sang resi minta agar anak Sri Kresna yang bernama Setyaka diperkenankan diambil sebagai menantu, akan dikawinkan dengan Endhang Puspawati. Sri Kresna ingin berunding di luar istana Ngastina. Resi Wantrika menyanggupinya.

Sri Kresna berunding dengan Resi Wantrika. Sri Kresna mengijinkan, Setyaka boleh diambil menantu, asal sang resi bisa menjelaskan ungkapan bermakna, yaitu tentang sembah raga, sembah jiwa dan sembah sukma. Resi Wantrika dapat menjelaskan maksud ungkapan itu. Kemudian Sri Kresna minta agar Resi Wantrika mengajukan pertanyaan kepadanya. Resi Wantrika menanyakan jumlah anak Sri Kresna. Sri Kresna menjawab jumlah anaknya, tetapi ada satu yang lupa tidak disebutnya. Resi Wantrika menjelaskan anak yang dilupakan, karena anak itu dibuang sejak bayi. Akhirnya Sri Kresna mengakuinya. Resi Wantrika bercerita, bahwa keturunan anak Sri Kresna yang sekarang hidup ialah Endhang Puspawati.

Sri Kresna marah, Resi Wantrika akan dibunuh dengan senjata cakra, tetapi senjata tidak melukainya. Sang Hyang Narada datang, menjelaskan kebenaran, bahwa Endhang Puspawati adalah keturunannya. Senjata Cakra diminta oleh Sang Hyang Narada, dibawa ke kahyangan. Sri Kresna mengijinkan Setyaka memperisteri Endhang Puspawati. Setelah selesai perkawinan, Sri kresna menyusul para Pandhawa yang akan mencari jalan kemuksaan.

Prabu Kiswaka anak Bomantara, raja Surateleng, dihadap oleh Adipati Glagah Tinunu, Ditya Wesi Aji dan Togog. Mereka mendengar kabar tentang para Pandhawa yang akan muksa, dan ingin membalas kematian ayahnya, memberontak pemerintahan Ngastina. Mereka bersiap-siap bersama perajurit, lalu mencegat perajurit Ngastina yang menghantar kemuksaan para Pandhawa. Terjadilah pertempuran, perajurit Surateleng menyimpang jalan.

Para panakawan Pandhawa menghantar Arjuna mengikuti perjalanan Sri Kresna, Kunthi, Drupadi, Bima, Nakula, Sadewa dan Puntadewa. Perjalanan mereka tiba di desa Samahita. Mereka telah bersamadhi selama tujuh hari. Sri Kresna menanyakan ilham yang mereka peroleh.

Kunthi bermimpi, seolah-olah raja Pandhu dan Madrim naik kereta akan menjemputnya. Drupadi bermimpi berjalan lurus, kemudian sampai di sebuah pintu gerbang bergapura intan berhias indah. Puntadewa bermimpi melihat keris berpamor emas. Keris itu masuk dalam sarungnya, lalu hilang dari pandangannya, tertutup oleh cahaya semu. Arjuna bermimpi melihat arca emas bergantung tanpa sangkutan, kemudian hilang masuk ke tubuhnya. Nakula bermimpi naik gunung bersalju bersama Sadewa, kemudian meluncur seperti panah meluncur dari busurnya. Mimpi Sadewa sama dengan mimpi Nakula. Bima bermimpi memandang cahaya sebesar kunang-kunang yang bertempat di pusat Pramana Jati. Dipandang dari arah manapun cahaya itu tidak hilang. Sri kresna belum memperoleh ilham sama sekali.

Seekor kuda berkepala manusia meluncur dari angkasa. Kuda itu dipanah oleh Arjuna, seketika berubah menjadi manusia tua, mengaku bernama Kyai Lurah Wilarsraya. Wilarsraya bercerita tentang asal mula menjadi kuda berkepala manusia. Ia memang berasal dari kuda raja Gardhapura yang bersatu dengan seorang juru pemelihara kuda. Ia bertugas membantu Duryodana sewaktu perang baratayuda. Karena terkena panah, kepala kuda lepas dan tubuh manusia terpisah. Bersatulah tubuh kuda dengan kepala manusia pemelihara kuda, oleh karena kesaktian minyak sangkal yang dibawanya. Wilarsraya ingin mengabdi di Negara Ngastina. Sri Kresna menyetujui, Puntadewa memberi surat pengantar untuk Parikesit, raja Ngastina

Sri Kresna, Kunthi, Drupadi dan para Pandhawa meneruskan perjalanan mereka. Tiba-tiba mereka melihat seorang nenek sedang menimba sumur. Setiap air yang ditimba sampai di atas, kemudian dimasukkan ke dalam sumur lagi. Sri Kresna menanyainya. Nenek itu bernama Nyai Ruminta. Ia memberitahu, bahwa harta kekayaannya dimasukkan ke dalam sumur, sebab sejak perang Baratayuda akan dirampok oleh perajurit Korawa. Ia menjadi janda dan menjadi salah satu korban perang. Jika Pandhawa tidak dapat menemukan dan mengembalikan kekayaannya, pasti akan mendapat hukuman Tuhan. Sri Kresna sanggup mengembalikan harta kekayaan Nyai Ruminta. Nyai Ruminta disuruh minta bantuan orang se desa untuk mengisi sumur dengan air sampai penuh meluap-luap. Orang sedesa mengambil air dari berbagai sumur, dituangkan ke dalam sumur yang berisi harta kekayaan itu. Bersama luapan air sumur keluarlah barang-barang emas berlian dari dalam sumur. Sri Kresna minta agar harta itu untuk semua orang di desa Samahita.

Sri Kresna dan Bima melanjutkan perjalanan, mengejar perjalanan saudara-saudaranya yang telah jauh berjalan.

Perjalanan mereka tiba di tepi samodera. Sri Kresna membuang pusaka saktinya yang bernama Sekar Wijaya Mulya. Sekar Wijaya Mulya mendarat di pulau, kemudian tumbuh menjadi: 

(1) tempat bunga tumbuh menjadi pohon Kastuba 
(2) bunganya tumbuh menjadi pohon Kembang Wijaya Kusuma 
(3) tutupnya tumbuh menjadi empon-empon umbi-umbian. 

Perjalanan mereka tiba di sebuah rumah bertutup pintu di desa Padapa. Yang empunya rumah tidur di dalam. Bima dan Puntaewa mendekat, melihat orang yang telah tidak berkaku. Orang itu bernama Anggira, bekas abdi Gardhapati raja Singala. Ia korban perang Baratayuda yang masih hidup karena kebaikan seorang dukun dari desa Soka. Kunthi member aji Pameling. Drupadi memberi pusaka Sumbul Musthika yang bisa menghasilkan makan-makanan. Bima member aji Pagracut. Sri Kresna, Puntadewa, Arjuna, Nakula dan Sadewa memberi doa puji keselamatan untuk Anggira.

Mereka tiba di desa Soka, bertemu dengan Kuda Prewangan. Bima tahu, bahwa Kuda Prewangan itu jelmaan Dhang Hyang Drona, Arjuna segera melepaskan panah, kuda Prewangan musnah seketika. Didengar suara Drona, mengucap terimakasih atas kebaikan para Pandhawa.

Orang-orang di desa Soka marah, para Pandhawa dikeroyok, tetapi mereka tidak mampu mengalahkan, meskipun para Pandhawa tidak melawannya. Bima menjelaskan dan minta maaf. Bima member ajaran kepada semua orang di desa Soka tentang hakikat pengabdian manusia di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.

Sri Kresna, Kunthi, Drupadi dan para Pandhawa selesai melakukan pemujaan berkeliling, lalu kembali ke kerajaan Ngastina. Selama dalam perjalanan Bima dan Kresna membicarakan amal bakti Dhang Hyang Drona.

Raja Parikesit dan sanak saudaranya menjemput kedatangan mereka. Bima disambut tangis oleh dua cucunya. Danurwenda dan Sasi Kirana. Bima memberi nasihat banyak tentang hakikat dan kehidupan. Bima mengharap segala sikap Pandhawa selama hidup menjadi teladan bagi mereka berdua. Bima menghadiahkan aji kepada Danurwenda. Aji itu bernama Bandung Bandawasa, Ungkal Bener dan Blabak Pangantolantol. Kemudian memberikan gada Lukitamuka dan tombak Wilugarba kepada Sasi Kirana.

Kunthi, Drupadi, Nakula, Sadewa, Arjuna, Puntadewa dan Bima muksa. Para anak cucu menyaksikan kemuksaan mereka. Kunthi berpakaian serba putih, naik ke candhi Rukmi, lalu bersamadi. Kemuksaan Kunthi ditandai oleh cahaya berbinar-binar menyambar Candhi Rukmi. Sukma dan raga Kunthi muksa.

Drupadi berpakaian serba putih, naik ke Candhi Rukmi, lalu bersamadi. Kemuksaan Drupadi ditandai oleh sinar bundar seperti matahari berlubang berseri-seri.

Nakula dan Sadewa bercuci diri di sungai Gangga, lalu mengenakan pakaian brahmana. Mereka masuk ke Candhi Sekar, bersamadi. Kemuksaan mereka ditandai oleh tiupan angin topan.

Arjuna mandi di Sendhang Pangruwatan, lalu mengenakan pakaian brahmana. Arjuna masuk ke Candhi Sekar, bersamadi. Kemuksaan Arjuna kelihatan seolah-olah Arjuna naik dalam kereta yang nampak seperti cahaya berseri-seri. Kereta cahaya ditarik oleh seratus kuda, dikemudikan dewa dan dipayungi bidadari.

Puntadewa (Darmakusuma) bersama anjing naik ke Candhi Rukmi. Anjing itu bernama Linggasraya, kemudian berubah menjadi dewa Darma setelah ia memberi tafsiran terhadap tulisan yang didapat dalam Kalimsada. Dewa Darma kembali ke kahyangan, Dewa Indra menjemput Puntadewa dengan kereta cahaya dari kahyangan. Puntadewa muksa bersama Dewa Indra.

Bima berbincang-bincang dengan Sri Kresna. Sri Kresna tidak akan muksa bersama Pandhawa sebab berbeda amal baktinya. Atas saran Bima, Sri Kresna bertapa di laut pasir, di tepi samodera. Setelah mereka selesai berbicara masalah muksa, Sri Kresna masuk dalam Candhi Rukmi, lalu pergi ke laut pasir untuk mencari kemuksaan.

Bima masuk ke Candhi Sekar, bersamadi. Kemuksaan Bima ditandai oleh suasana tenang dan sunyi.

Para pandhawa telah muksa, raja Baladewa minta agar Candhi Rukmi dan Candhi Sekar dibakar segera.

Prabu Kiswaka dan Wesi Aji datang, menyerang kerajaan Ngastina. Setyaki dan Sasi Kirana menyambut serangan musuh Prabu Kiswaka hancur dipukul Setyaki dengan gada Wesi Kuning, Wesi Aji hancur kena pukulan gada Lukitamuka.

Parikesit, Baladewa, Patih Dwara, Patih Danurwenda dan para sanak saudara berkumpul, mendoakan, arwah para Pandhawa yang telah muksa ke alam baka.


Tancep kayon.